Rabu, 21 Agustus 2013

Menag : Kita Miskin Data Pendidikan
Foto
PENDIS - "Kita miskin data," demikian dikatakan Menag ketika memberi pengarahan pada Rapat Kerja (Raker) Tahun 2013 Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta yang diikuti 278 peserta yang berasal dari Kantor Urusan Agama (KUA), madrasah, dan pejabat struktural Kanwil Kemenag se DKI Jakarta di Bogor, Kamis (25/07) malam.

Untuk itu Menteri Agama Suryadharma Ali meminta seluruh jajarannya untuk segera menyelesaikan problem miskinnya data kelembagaan pendidikan di lingkungan kementerian yang dipimpinnya sehingga upaya peningkatan kualitas bagi penyelenggaraan program pendidikan bisa dimaksimal.

Menag memberikan penekanan secara khusus kepada program penyelenggaraan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Menurutnya, anggaran di Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam (Pendis) demikian besar tetapi belum terkelola dengan baik hingga belum bisa memberi manfaat luas dan menarik perhatian masyarakat, juga media massa.

"Anggaran di Ditjen Pendis mencapai Rp43 triliun. Sementara di ditjen lain, seperti Bimas Islam, sangat kecil," kata Menag.

Karena itu, Menag meminta agar penyelenggaraan pendidikan di Kementerian Agama mendapat perhatian serius. "Data harus lengkap dan akurat, jangan sampai tidak diketahui berapa jumlah ruang kelas siswa yang rusak, madrasah mana yang rusak, dimana lokasinya, sehingga program menjadi tidak tepat sasaran," tegas Menag mengingatkan.

"Selama ini sulit diketahui. Sebabnya, karena kita miskin data," imbuh Menag.

Masalah miskin data ini, lanjut Menag, berlanjut pada mekanisme kerja serabutan dan hanya mementingkan besarnya anggaran. Itu bisa terlihat misalnya, kata Menag, dari kasus bantuan komputer pada madrasah yang tidak mampu mengoperasionalkannya karena terkendala masalah listrik. "Kalau memberi bantuan komputer pada madarasah yang tidak mampu mengoperasikannya, komputer pun disimpan, hanya teronggok di atas meja dipenuhi debu," ungkap Menag.

Ada juga program pengiriman buku kepada madrasah yang tidak memintanya. Ini sangat mencolok. "Kapan gue minta," kata Menag dengan logat Betawi dan disambut tawa hadirin.

Menag sekali lagi meminta agar penyelenggaraan pendidikan mendapat perhatian besar. Sebab, kualitas umat di masa depan tergantung pada pendidikannya. Seluruh warga di Indonesia, termasuk di Jakarta, berhak mendapat pendidikan.

Selain masalah data, Menag meminta agar pemberian bea siswa bagi anak miskin harus dilanjutkan. Demikian pula mengenai tunjangan profesi bagi guru. "Perhatian pemerintah demikian besar, sampai-sampai "kedodoran" utang Rp1,9 triliun, pascasertifikasi guru. Diharapkan dana tersebut sudah terbayar pada 2014.

"Itu di Kemenag, Di Kemendikbud lebih besar lagi, sekitar Rp8 triliun," tutu Menag.
Tradisi kitab kuning harus dikembangkan di lingkungan Madrasah Diniyah Takmiliyah
Foto
PENDIS - "Kita perlu mengembalikan tradisi pembelajaran kitab kuning dalam proses belajar mengajar di Madrasah Diniyah Takmiliyah yang banyak berkembang di masyarakat," tutur Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, A. Saefuddin saat membuka Workshop Penguatan Kompetensi Guru Madrasah Diniyah Takmiliyah, Bandung, beberapa waktu yang lalu.

Saat ini sudah mulai berkurang Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) atau yang juga dikenal dengan Sekolah Sore atau Sekolah Arab yang menjadikan kitab kuning sebagai rujukan utamanya dalam mengajarkan anak-anak tentang ilmu-ilmu agama. Padahal banyak pesan, nilai, dan ajaran yang terkandung dalam kitab kuning yang bisa menjadi bekal anak-anak dalam menyongosong kehidupan.

Menurut A. Saifuddin, tradisi kitab kuning harus dikembangkan di lingkungan Madrasah Diniyah Takmiliyah. Sebab, lanjut Ace Saifuddin, sejatinnya Madrasah Diniyah merupakan anak kandung dari Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang kuat dengan tradisi kitab kuningnya.

Workshop yang diikuti oleh 160 guru Madrasah Diniyah Takmiliyah se-Indonesia berlangsung selama empat hari. Hadir sebagai narasumber KH. Taufiqul Hakim, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Falah Jepara Jawa Tengah, yang juga penemu metode belajar cepat membaca kitab kuning dengan Metode Amtsilati. Melalui metode temuannya, Kyai Taufi berhasil mendidik para santri di pesantrennya dengan cepat bisa membaca kitab kuning yang selama ini dianggap sulit.

"Sebagai tindak lanjut kegiatan ini, Guru Pamong MDT akan dikirim ke Pesantren Darul Falah Jepara di bawah asuhan KH Taufiqul Hakim, untuk memperoleh keterampilan membaca kitab kuning sekaligus dengan metodologinya," terang A. Saefuddin.

"Para guru pamong itu nantinya diharapkan bisa mengajarkan kembali kepada para guru yang lain di daerahnya masing-masing sekembalinya dari pesantren," tambahnya.

Direktur PDPontren berharap upaya menguatkan kembali tradisi kitab kuning sebagai bahan ajar dalam proses pembelajaran di lingkungan MDT dapat segera terwujud. "Ini ditandai salah satunya dengan semakin banyaknya guru MDT yang mampu mengakses kitab kuning sebagai sumber ajarnya," kata A. Saifuddin.

Pada kesempatan itu Kasubdit Madrasah Diniyah Takmiliyah, Mamat Selamat Burhanudin menyampaikan bahwa workshop ini memang bertujuan meningkatkan kemampuan guru MDT dalam menggali sumber ajar dari kitab kuning (kutub al turast). Selain itu juga untuk memperkuat kembali tradisi pembelajaran kitab kuning di lingkungan MDT.
(INFO.DITJEN  PENDIS KEMENAG RI)
Perlu adanya peraturan atau regulasi untuk kedisiplinan bagi Guru dan Pengawas
Foto
PENDIS - Salah satu latar belakang digulirkannya Reformasi Birokrasi (RB) ialah masih rendahnya tingkat disiplin dan etos kerja pegawai negeri sipil, termasuk guru dan pengawas. Untuk itu, diperlukan aturan tentang jam wajib hadir bagi guru dan pengawas. "Ini harus segera ditindaklanjuti oleh Direktorat Pendidikan Madrasah," tegas Kepala Biro Kepegawaian Mahsusi ketika menjadi narasumber pada kegiatan Workshop Peningkatan Self Spiritual Quotient (SSQ) Direktorat Pendidikan Madrasah, Bogor, Selasa (30/7) malam.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) no 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri, Pasal 3 angka 11 mengatur tentang larangan dan kewajiban PNS, salah satunya yang terkait dengan kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan jam masuk kerja.

Kepala Biro Kepegawaian selanjutnya menjelaskan, yang dimaksud kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja adalah setiap PNS wajib datang, melaksanakan tugas, pulang sesuai ketentuan jam kerja, serta tidak berada di tempat umum bukan karena dinas. "Jika ada PNS (guru) tidak masuk lebih dari 45 hari, hukumannya adalah pemberhentian," terang Mahsusi.

Hal ini perlu dipahami oleh para guru dan pengawas, lanjut Mahsusi, mengingat masih banyak guru yang tidak masuk saat libur semesteran. Padahal aturannya, guru harus tetap masuk, tidak ikut libur seperti murid-murid. "Satu setengah bulan dia bisa tidak hadir, bahasanya jika ditegur tidak libur, tapi belajar dirumah," terangnya yang disambut tawa peserta.

Oleh karena itu perlu adanya peraturan atau regulasi baru untuk menjawab fakta tersebut. "Ini perlu dibuatkan naskah akademik, siapkan regulasinya bahwa guru diwajibkan tetap ngantor," tegas Mahsusi.
Diakui juga oleh Kepala Biro Kepegawaian bahwa masih banyak atau ribuan guru yang melanjutkan belajar tanpa tugas atau ijin belajar, "Aturannya, setiap PNS yang studi wajib memiliki surat ijin atau tugas belajar. Namun masih banyak yang baru mengurus jelang tamat atau lulus," kata Mahsusi.

Di akhir arahannya Mahsusi bertutur "Ke depan, hal ini tidak boleh lagi terjadi. Semua pegawai, guru, dan pengawas harus memahami aturan dan mematuhinya,"